Gautama Buddha dalam agama Hindu
| Siddhartha Gautama (Gautama Buddha) | |
|---|---|
| Awatara Wisnu sebagai Sang Buddha | |
Namun ajaran Siddhartha Gautama tidak menekankan keberadaan "Tuhan sang Pencipta" [1] dan konsekuenskinya, agama Buddha termasuk bagian dari salah satu mazhab nāstika (heterodoks, harafiah "Itu tidak ada") menurut mazhab-mazhab agama Dharma lainnya, seperti Dvaita. Namun beberapa mazhab lainnya, seperti Advaita, sangat mirip dengan ajaran Buddhisme, baik bentuk maupun filsafatnya.[2]
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Gautama Buddha sebagai awatara Wisnu
Menurut kepercayaan Hindu populer, pada zaman Kaliyuga, masyarakat menjadi bodoh akan nilai-nilai rohani dan kehidupan. Ada suatu kepercayaan bahwa pada kedatangan Sang Buddha, banyak brahmana di India yang menyalahgunakan upacara Weda demi kepuasan nafsunya sendiri, dan melakukan pengorbanan binatang yang sia-sia dan tiada berguna. Maka dari itu, Buddha muncul sebagai seorang awatara untuk memulihkan keseimbangan.Gautama Buddha lahir sebagai Pangeran Siddhartha Gautama, putra Raja Suddhodana, sekitar abad ketujuh sebelum Masehi (2400 tahun yang lalu). Ayahnya sangat menginginkan dia menjadi Maharaja Dunia, namun pikirannya dibayang-bayangi oleh ramalan petapa Kondanna yang mengatakan bahwa anaknya akan menjadi Buddha karena melihat empat hal: orang sakit, orang tua, orang mati, dan pertapa. Keempat hal tersebut selalu berusaha ditutupi olah ayahnya. Ia tidak akan membiarkan sesuatu yang bersifat sakit, tua, mati, dan pertapa suci dilihat oleh Siddhartha.
Namun Siddhartha memang sudah ditakdirkan untuk menjadi Buddha. Ramalan pertapa Kondanna menjadi kenyataan. Keinginan Siddhartha untuk mendapat pencerahan (yang mengantarnya menjadi Buddha) terlintas ketika ia melihat empat hal tersebut. Pikirannya terbuka untuk mencari obat penawar sakit, tua, dan mati. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi pertapa dan berkeliling mencari pertapa-pertapa terkenal dan mengikuti ajaran mereka, namun semuanya tidak membuat Siddhartha puas. Akhirnya ia menemukan pencerahan ketika bertapa di bawah Pohon bodhi di Bodh Gaya pada malam Purnama Sidhi bulan Waisak.
[sunting] Perspektif Hindu terhadap Buddha
Oleh umat Hindu, Siddhartha dihormati dan diyakini sebagai salah satu penjelmaan (Awatara) Wisnu. Siddhartha menolak diterapkannya lembaga kasta dan upacara-upacara dalam Weda, dan juga terdapat beberapa filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat Hindu, sehingga ajaran Siddhartha Gautama menjadi agama tersendiri.Beberapa tokoh Hindu menganggap Buddha merupakan seorang tokoh yang memperbarui ajaran Weda. Dalam beberapa filsafat Hinduisme, Rama dan Kresna yang merupakan Awatara juga dipuja sebagai Dewa, namun Sang Buddha yang juga merupakan Awatara tidak dipuja dalam Hindu selayaknya Awatara yang lain.
Banyak sarjana Hindu yang beranggapan bahwa agama Buddha dipandang sebagai "Brahmanisme yang direformasi",[3] dan banyak umat Hindu yang percaya bahwa agama Buddha, seperti halnya Waisheshika dan Lokayata, merupakan salah satu sekte dalam Sanatana Dharma. Menurut Sarvepalli Radhakrishnan, Buddha tidak menganggap dirinya sebagai seorang inovator, namun hanya seorang yang memperbaiki jalan Upanishad.[4]
[sunting] Kontradiksi dengan agama Hindu
Beberapa tradisi Hindu menganggap ajaran Buddha sebagai nastika karena tidak mengakui kewenangan kitab Weda. Meskipun banyak aliran dalam agama Hindu yang menganggap Buddha sebagai seorang awatara, ajarannya kadangkala bertolak belakang dengan agama Hindu dan dianggap sebagai suatu bentuk ateisme, karena mengajarkan bahwa dunia tidak diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta. Meskipun agama Buddha meyakini adanya para dewa, namun para dewa tersebut bukanlah makhluk mahakuasa, tidak menciptakan alam semesta.[5]Salah satu dari Mahayana Sutra, yaitu Lankavatara Sutra, berisi dialog antara Sang Buddha dengan Mahamati. Dalam dialog tersebut, Sang Buddha menyatakan bahwa konsep Tuhan yang berdaulat, atau Atman adalah imajinasi belaka atau perwujudan dari pikiran dan bisa menjadi halangan menuju kesempurnaan karena ini membuat kita menjadi terikat dengan konsep Tuhan Maha Pencipta. Kutipan dari sutra tersebut sebagai berikut:
| “ |
| ” |
Aliran filsafat agama Buddha yang tertua adalah Theravada. Pengikut Theravada tidak melakukan pemujaan terhadap Buddha. Pengikut Theravada juga tidak meyakini adanya para Bodhisattva. Hal ini bertentangan dengan agama Hindu yang identik dengan pemujaan dan keyakinan akan adanya makhluk surgawi. Di sisi lain, berbagai aliran Buddha Mahayana menganggap Buddha sebagai jiwa yang teragung atau makhluk yang tertinggi, setara dengan Brahman dalam agama Hindu, dan memujanya dalam wujud arca dan gambar.
[sunting] Buddha dalam Sastra Hindu
- Hariwangsa (1.41)
- Wisnupurana (3.18)
- Bhagawatapurana (1.3.24, 2.7.37, 11.4.23)
- Garudapurana (1.1)
- Agnipurana (16)
- Naradapurana (2.72)
- Linggapurana (2.71)
- Padmapurana (3.252)
- tataḥ kalau sampravṛtte sammohāya sura-dviṣām ।
- buddho nāmnāñjana-sutaḥ kīkaṭeṣu bhaviṣyati ॥
- - (srimadbhagawatam 1.3.24)
- Terjemahan
- Maka, pada permulaan Kaliyuga [ia] akan terlahir sebagai Buddha, putra Anjana, di Bihar, untuk membingungkan siapa saja yang menjadi musuh para dewa.
- mohanārthaṃ dānavānāṃ bālarūpī pathi-sthitaḥ । putraṃ taṃ kalpayām āsa mūḍha-buddhir jinaḥ svayam ॥
- tataḥ saṃmohayām āsa jinādyān asurāṃśakān । bhagavān vāgbhir ugrābhir ahiṃsā-vācibhir hariḥ ॥
- — dikutip di Bhāgavatatātparya oleh Madhva, 1.3.28
- Terjemahan
- Untuk menipu kaum danawa, ia (Sang Buddha) hadir dalam wujud seorang anak di jalan saat Jina yang bodoh, menganggapnya sebagai putranya. Kemudian, Batara Sri Hari (sebagai Buddha awatara) dengan terampil menipu Jina dan kaum sesat lainnya dengan kata-katanya yang tajam tentang tanpa kekerasan.
0 komentar:
Posting Komentar